Senin, 30 April 2012

Diplomasi HAM Dalam Hubungan Internasional

Yanyan Mochamad Yani
Dosen Jurusan Hubungan Internasional dan Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran.

Salah satu aspek yang perlu dikaji mengenai politik luar negeri Indonesia adalah pemahaman akan kinerja implementasi kebijakan luar negeri Indonesia. Paling tidak ini akan dapat mengarahkan kita pada bagaimana proyeksi tingkah laku Indonesia di lingkup masyarakat internasional ke depan serta implikasi kebijakan apa yang kiranya perlu dirmuskan oleh para pemangku kepentingan nasional.


Dewasa ini Indonesia sebagai sebuah entitas negara-bangsa sedang memasuki suatu era yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdependensi) antar-bangsa yang semakin mendalam, saling keterkaitan antar-masalah yang semakin erat, serta proses globalisasi, khususnya dalam perekonomian dunia yang semakin menyeluruh, dipacu oleh kemajuan-kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi.

Dari perspektif tatanan politik dunia kontemporer, Indonesia juga sedang berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang seiring dengan semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala implikasinya, baik yang positif maupun negatif.

Kedua, meningkatnya peranan aktor-aktor non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga, menguatnya isu-isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah HAM, intervensi humaniter, demokrasi dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Setiap bangsa, negara dan lembaga internasional, termasuk Indonesia tanpa kecuali, harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan yang sedang terus berubah sedemikian drastisnya.

Perubahan-perubahann tersebut memunculkan aneka ragam tantangan dan sekaligus peluang baru bagi Indonesia di masa mendatang. Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara sesungguhnya merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Demikian pula halnya dengan politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara Indonesia memposisikan diri di fora internasional.

Kiranya tidak berlebihan jika pelaksanaan politik luar negeri dengan sendirinya diarahkan pada prioritas mengupayakan dan mengamankan serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-badan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

Bagi negara yang memiliki keunggulan diplomasi tentunya akan memperoleh banyak manfaat bagi kemajuan pembangunan dan integritas negerinya, maupun untuk memperkuat posisi tawar dalam rangka hubungan internasionalnya. Oleh karena itu, meningkatkan keunggulan diplomasi merupakan kebijakan yang harus dilakukan setiap negara, begitu pula dengan Indonesia.

Globalisasi dan revolusi informasi telah mengubah kenyataan wawasan dalam hubungan internasional, dan telah mendorong pergeseran paradigma, dari paradigma traditional diplomacy ke paradigma baru yang menempatkan peran aktor publik di luar pemerintahan atau non-state actors semakin menonjol. Diplomasi yang dilakukan aktor non-pemerintah kepada masyarakat bangsa atau dari pemerintah kepada masyarakat bangsa lain disebut diplomasi publik.

Secara umum diplomasi publik merupakan langkah-langkah mempromosikan kepentingan nasional dalam rangka menciptakan saling pengertian dan mempengaruhi opini masyarakat luas di luar negeri. Dengan kata lain peran aktor non-pemerintah ini telah menjadikan kebijakan yang berlaku secara internasional dan tidak boleh ada jarak dengan kebijakan yang berlaku secara nasional. Hal ini perlu sungguh-sungguh diresapi oleh setiap insan Indonesia. Jangan sampai bangsa ini terjebak ke dalam masalah yang diakibatkan dari tidak konsistennya antara kebijakan di tingkat nasional dengan kondisi lingkungan strategis internasional yang sedang berlangsung.

Diplomasi itu harus dapat mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di luar kepada publik dalam negeri, dan mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di dalam negeri ke luar negeri. Selaras dengan pemahaman tersebut, kiranya Indonesia perlu menguatkan upaya pemberdayaan publik dalam masalah luar negeri berkenaan dengan diplomasi HAM.

AS tampaknya akan mendominasi corak hubungan internasionalnya yang bertumpu pada pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi. Dengan kata lain, di dalam menjalin hubungan luar negeri dengan negara lain termasuk Indonesia, AS kerap akan mengkaitkan kebijakannya dengan tingkat pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi di suatu negara.

Dalam konteks ini, dimensi intermestik diplomasi HAM Indonesia mutlak dilakukan Peningkatan peran aktif Indonesia dalam diplomasi HAM pada tataran internasional yang disinergikan dengan berbagai langkah pembaruan, sosialisasi informasi dan reformasi di bidang pemajuan HAM dan demokratisasi perlu terus diupayakan.

Dalam hal ini Indonesia sudah beberapa langkah lebih maju dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia secara bertahap dan berkesinambungan telah membentuk berbagai lembaga negara, badan pemerintah ataupun lembaga independen yang secara langsung akan memperkuat sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang lebih menjamin perlindungan HAM, penguatan rule of law dan pemajuan kehidupan demokrasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Hukum Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian dan seterusnya.

Pada tataran internasional, Indonesia juga telah menjadi negara pihak dari Konvensi utama HAM PBB, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekososbud (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), Konvensi HAk Anak (CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Dan sedang dalam proses ratifikasi Konvensi Pekerja Migran (CMW). Hal ini telah semakin menunjukkan keseriusan komitmen Indonesia terhadap upaya pemajuan dan perlindungan HAM dalam menghadapi era makin menguatnya diplomasi HAM dalam hubungan internasional untuk beberapa tahun ke depan (immediate years).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar